CINTA DI ATAS RAHMAT
Ah sudahlah... untuk apa aku pikirkan Dia. Dia yang lewat
bibinya mengatakan tak ada lagi cinta untukku. Lama waktu bersama tak bisa
mempertahankan komitmennya padaku. Laki-laki yaa begitulah dimataku. Dia yang
pergi begitu saja setelah mendapatkan cintaku, mendapatkan hatiku kini pergi
dengan entengnya kalau cintanya hilang. Dulu berjanji akan menikahi, dulu
berjanji akan setia menemani, dulu berjanji akan terus bersama saling mengerti
dan menerima, kini semua bak air bah yang melanda dan menghanyutkan rumah
diatasnya. Runtuh dalam tangis dan kesakitan yang teramat dalam. Kau permainkan
hatiku, kau cabik dengan taring sikapmu, kau inginkan orang lain untuk kau
nikahi sedang aku disini selalu berusaha mengerti.
Aiman, laki-laki yang Sarah cintai. Meremukkan hatinya. Lama
terdengar bila Aiman berucap akan menikahi wanita lain yang lebih cantik dan
lebih menarik dimatanya dari pada Sarah. Wanita yang begitu setia, begitu
mencintainya, setia menunggunya dan menemani saat Aiman terjatuh dan
kekurangan. Bertahun-tahun Sarah bertahan dan mempertahankan semuanya kini
badai mengundurkan dirinya untuk maju dan bertahan. Sarah di dalam suratnya
kepada Aiman “Salaam Mas Aiman, semoga Kerahmatan Allah selalu menyertai Mas Aiman
dan keluarga. Lama tidak ada jumpa, kau mungkin sibuk dengan pekerjaanmu
disana. Berkaitan dengan ucapan mas Aiman yang telah disampaikan padaku saat
itu, maka melalui ini saya putuskan untuk membebaskan Mas Aiman untuk bisa
bebas memilih wanita yang Mas Aiman minati untuk mas nikahi. Semoga waktu yang
berlalu saat bersama menjadi bermanfaat untuk kita dan semiga ini jalan yang
terbaik untuk Mas Aiman dan keluarga. Semoga cepat menikah ya Mas. Salaam,
Sarah”. Sarah bukanlah wanita yang gila akan cinta, cinta yang Ia sandarkan
kepada Tuhannya telah menuntunnya untuk ikhlas walau perih dihatinya.
Mendung
hari ini, rintik hujan lambat laun menjadi deras, sederas air mata yang harus
mengallir dari mata sang gadis sholehah berjilbab abu-abu itu. Diteras jendela
Ia selalu berusaha menguatkan hatinya, kenangan demi kenangan Ia tepis untuk
mengobati luka hatinya. Kegagalan yang Ia rasakan kini menjadi cambuk baginya
untuk terus bangkit, hanya satu keyakinan didalam hatinya bahwa mungkin Aiman
diciptakan bukan untuk dirinya, dan Dia akan mendapatkan laki-laki yang akan
menerimanya apa adanya seperti Ia mencintai Aiman dulu.
Hari demi hari sudah Ia lalui dengan seolah tidak pernah
terjadi apa-apa pada dirinya. SMS dari Aiman datang dalam pesannya Aiman
mengatakan “Terima kasih suratnya”. “Sama-sama” balas Sarah menahan tangis.
“Lagi apa?” tanya Aiman. “Sedang menonton TV saja, istirahat” kata Sarah. “Aku
akan benar-benar tahu kalau kamu ikhlas melepasku dan membebaskannku menikah
dengan orang lain jika kamu telah menikah dengan orang lain dan aku baru akan
menikah” kata Aiman dalam pesan yang disampaikan kepada Sarah. “Saya belum
memikirkan ke arah itu dulu Mas, melalui surat itu saya ikhlas dan ridho untuk
membebaskan Mas Aiman untuk bebas memilih siapapun seperti yang mas mau,
cantik, menarik dan tentu memiliki ciri-ciri yang Mas mau dan jelas yang mas
cintai” balas Sarah dalam isak tangisnya. “Apa mau menikah denganku tapi tidak
ada sakinah mawaddah warahmah?, aku jarang dirumah, dan tidak semangat kerja?”
balas Aiman lagi. “Tidak Mas, saya tidak akan menikah jika hanya karena
terpaksa, saya tak sendiri dulu, biar Allah yang menunjukkan saya jalan yang
terbaik, menikah itu atas dasar kerelaan untuk mencapai sakinah mawaddah
warahmah, menyempurnakan setengah dari agama Allah, tuntunan rosulullah, jadi
kenapa harus dilakukan dengan keterpaksaan?, terima kasih” balas Sarah. “Kalau
begitu kamu menikah saja sama duda (laki-laki tanpa isteri, entah cerai atau
ditinggal mati ister) sia pasti bisa menerima kamu apa adanya”, kata Aiman
menawarkan. “tidak mas, saya akan sendiri saja, terima kasih” balsnya kuat. Tak
disangka lelaki yang yang dulu menyatakan cinta padanya kini hilang dan tega
berkata seperti itu. Tapi Sarah tak mau menjadi pengemis cinta, Ia hanya akan
menunggu pangeran datang untuk menjemputnya tanpa melihat bagaimana dirinya,
hanya keshalehah-annya yang menjadi tolak ukurnya.
Kencana berbunga bak esok penuh embun tersinari matahari.
Cahayanya indah dan menyilaukan, butirnya perlahan memancarkan cahaya pelangi
yang sisi daun-daun basah. Pikirannya terbuka, seiring penguatan hatinya, bahwa
benar, jika Tuhan kini sedang mengujinya dengan keputusan cintanya, ini yang
menjadikan Sarah kembali begitu berambisi untuk meneruskan akademiknya. Jika
saat masih ada hubungan dengan Aiman, Sarah berfikir bagaimana Ia bekerja dan
bisa kemudian menikah dengan laki-laki yang Ia cintai itu. Kini semua berbalik,
bahwa Sarah akan memenuhi ambisinya kembali, menjadi seorang akademisi bergelar
master.
Sore menjelang malam pesan singkat diterimanya, dari Aiman
yang sudah lama tidak mengirimkan pesan padanya. “Sedang apa?, masih mau
menikah denganku tidak?, masih mau S2 tidak?” kata Aiman dalam pesannya.
“Sedang menonton televisi, memangnya kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?”
Sarah membalas. “Sebelum aku ke Solo, temannya menawariku saudarinya yang ada
di Solo” balas Aiman lagi. seolah terhujam belati dalama dadanya, memang tidak
bisa dipungkiri bahwa mengubur rasa kecewa dan sakit hati Sarah butuh waktu
yang sangat lama. Dengan menahan rasa yang berkecamuk dalam dada sarah, Sarah
mencoba bersikap bijak dan diplomatis. “Pernikahan adalah salah satu jalan
mendapatkan Rahmat Allah melalui sakinah mawaddah warahmah, yang dibangun
berdasar pada cinta kasih. Jika dengan memilih saudari teman mas, bisa
mendatangkan keRahmatan Allah maka laksanakanlah, karena itu hakikatnya. Saya
mendoakan semoga diberikan kelancaran dan kemudahan. Amiin Yaa Rabb” balas
Sarah pada Aiman. Tapi Aiman tidak menjawab balasan Sarah. Sebagai seorang
wanita, Sarah berupaya untuk tegas pada hatinya. Sarah akan menjadikan hatinya
sebagai makna atas hijrah cintanya, cinta yang sebenarnya. Jika seseorang
datang padanya dan memintanya menikah, maka Rahmat Allah menjadi tujuan
utamanya. Cinta di dalam hatinya akan senatiasa di arahkan pada kecintaan
Allah, karena keyakinannya bahwa Allah lah Maha cinta dan Allah akan
menunjukkan yang terbaik untuknya. Cinta atas nama Allah sebagai anak Hawa dan
Adam adalah keinginan besar, bahwa ucapan cinta akan hadir dengan tulus tanpa
keterpaksaan. titah cintanya berjalan diatas titah Tuhan yang Kuasa, yakni di
atas Kasih Sayang Tuhan, Rahmat.
* Penulis :
Nining Ernawati, S. Pd
(Aktifis Nasyiatul Aisyiyah Kota Maelang)
0 Response to "CINTA DI ATAS RAHMAT"
Post a Comment